cursor

Sunday, November 18, 2012

Perjanjian Perdamaian



A.    Pengertian Perjanjian Perdamaian
Perjanjian perdamaian disebut juga dengan istilah darling. Perjanjian perdamaian diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan. menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan atau mencegah timbulnya suatu perkara (Pasal 1851 KUH Perdata). Definisi lain disebutkan bahwa perdamaian adalah "persetujuan dengan mana kedua belah pihak atas dasar Baling pengertian mengakhiri suatu perkara yang sedang berlangsung atau mencegah tirnbulnya suatu sengketa." (Art.1888 NBW)
Unsur-unsur yang tercantum dalam perjanjian perdamaian:
a.       adanya kesepakatan kedua belah pihak;
b.      isi perjanjiannya menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang:
c.       kedua belah pihak sepakat mengakhiri sengketa;
d.      sengketa tersebut sedang diperiksa atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara (sengketa).

B.     Orang yang Berwenang Mengadakan Perdamaian
Pada dasarnya setiap orang dapat mengadakan perdamaian, namun di dalam Pasal 1852 KUH Perdata ditentukan bahwa orang yang berwenang untuk mengadakan perdamaian adalah orang yang berwenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian itu. Sedangkan orang yang tidak berwenang mengadakan perdamaian adalah:
a.       para wall dan pengampu, kecuali jika mereka bertindak menurut ketentuan­-ketentuan dari Bab XV dan Bab XVII dalam Buku Kesatu KUH Perdata;
b.      kepala-kepala daerah clan kepala lembaga-lembaga umum.

C.    Objek Perdamaian
Objek perjanjian perdamaian diatur dalam Pasal 1853 KUH Perdata. Adapun objek perjanjian perdamaian adalah:
1.      Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang timbul dari suatu kejahatan atau pelanggaran. Dalam hal ini, perdamaian sekah­sekali tidak menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan. (AB. 23, 25, 28, 30; KUH Perdata. 1356 dsb Sv. 10)
2.      Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang tercantum di dalamnya. Sedangkan pelepasan segala hak dan tuntutan-tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut. (KUH Perdata1350)

D.    Bentuk Perjanjian Perdamaian
Perdamaian yang diadakan di antara pihak harus dibuatkan dalam bentuk tertulis (Pasal 1851 ayat (2) KUH Perdata). Maksud diadakan perjanjian per­damaian secara tertulis ini adalah menjadi alai bukti bagi para pihak untuk di­ajukan ke hadapan hakim (pengadilan). Karena isi perdamaian itu disamakan dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

E.     Perdamaian yang Tidak Dibolehkan
Pada dasarnya substansi perdamaian dapat dilakukan secara bebas oleh para pihak, namun undang-undang telah mengatur berbagai jenis perdamaian yang tidak boleh dilakukan oleh para pihak.
Perdamaian yang tidak dibolehkan ditentukan dalam Pasal 1859 sampai dengan Pasal 1862 KUH Perdata. Perdamaian yang tidak dibolehkan adalah sebagai berikut.
1.      Perdamaian tentang telah terjadi kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan atau pokok perkara.
2.      Perdamaian yang telah dilakukan dengan cara penipuan (dwaling) atau paksaan (dwang).
3.      Perdamaian mengenai kekeliruan mengenai duduknya perkara tentang suatu alas hak yang batal, kecuali bila para pihak telah mengadakan perdamaian tentang kebatalan itu dengan pernyataan tegas.
4.      Perdamaian yang diadakan atas dasar Surat-Surat yang kemudian dinyatakan palsu.
5.      Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak. Akan tetapi, jika keputusan yang tidak diketahui itu masih dimintakan banding maka perdamaian mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah.
6.      Perdamaian hanya mengenai suatu urusan, sedangkan dari Surat-Surat yang ditemukan kemudian ternyata salah satu pihak tidak berhak atas hal itu.

Apabila keenam hal itu dilakukan maka perdamaian itu dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan.
F.     Kekuatan Pembuktian Perjanjian Perdamaian
Perdamaian yang dilakukan oleh para pihak mempunyai kekuatan mengikat sama dengan putusan hakim pada tingkat akhir, baik itu putusan kasasi maupun peninjauan kembali (Pasal 1858 KUH Perdata). Perdamaian itu tidak dapat dijadikan dengan alasan pembatalan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.

Saturday, November 17, 2012

KONTRAK NOMINAT




A.    ISTILAH DAN PENGERTIAN KONTRAK NOMINAAT
Istilah kontrak nominaat adalah terjemahan dari nominaat contract. Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemde dalam bahasa Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat dalam Pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi:
"Semua perjanjian, bark yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu."
Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata, perjanjian dibedakan menjadi dua macam, yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat). Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Perjanjian bernama maupun tidak bernama tunduk pada Buku III KUH Perdata. Maksud pembedaan dalam Pasal 1319 KUH Perdata adalah bahwa ada perjanjian-perjanjian yang tidak dikuasai oleh ajaran umum sebagaimana terdapat dalam titel-titel I, 11, dan IV. Pasal 1319 KUH Perdata tidak lupa menyebutkan titel IV, melainkan juga diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus yang tunduk untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum tali, terutama yang dimaksudkan adalah isi dari titel-titel V sampai dengan XVIII. Ketentuan-ketentuan dalam titel ini, yang dalam praktik lazim disebut dengan perjanjian khusus atau perjanjian bernama (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980: 17; Vollmar, 1984: 145).
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur perjanjian bernama, yaitu perjanjian bernama terdapat dalam KUH Perdata, perjanjian bernama dikuasai oleh titel I, 11, IV, dan V sampai dengan titel XVIII KUH Perdata, dan perjanjian bernama jumlahnya terbatas.

B.     JENIS-JENIS KONTRAK NOMINAAT       
Kontrak nominaat diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari Bab 5 sampai dengan Bab 18. Jumlah pasal yang mengatur tenting kontrak niminaat ini sebanyak 394 pasal. Di dalam KUH Perdata ada 15 (lima belas) jenis kontrak nominat, yaitu :
1.      Jual beli
2.      Tukar menukar
3.      Sewa menyewa
4.      Perjanjian melakukan perkerjaan
5.      Persekutuan perdata
6.      Badan hukum
7.      Hibah
8.      Penitipan barang
9.      Pinjam pakai
10.  Pinjam meminjam
11.  Memberi kuasa
12.  Bunga tetap atau abadi
13.  Perjanjian untung untungan
14.  Penanggungan utahng
15.  Perdamaian

ASAS HUKUM KONTRAK





Di dalam hokum kontrak dikenal lima asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas kepribadian, kelima asas itu di sajikan berikut ini:
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak ini dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a.       Membuat atau tidak membuat perjanjian
b.      Mengadakan perjanjian dengan siapapun’
c.       Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d.      Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis dan tidak tertulis
2.      Asas Konsensualisme
Asas ini dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dalam pasal tersebut di jelaskan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Asas ini muncul di ilhami dari hokum romawi dan hokum Jerman.
3.      Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Kepastian Hukum)
Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian, asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang di buat oleh para pihak, sebagai mana layak nya Undang-undang. Mereka tidak boleh intervensi terhadap substansi kontrak yang di buat oleh para pihak.
4.      Asas Itikad Baik
Asas ini dapat di simpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
5.      Asas Kepribadian
Asas ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Ini dapat di jelas kan oleh pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata.

Disamping kelima asas di atas ada juga beberapa asas yang tercantum dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17-19 Desember 1985 yaitu :
a.       Asas kepercayaan
b.      Asas persamaan hokum
c.       Asas keseimbangan
d.      Asas kepastian hukum
e.       Asas moral
f.       Asas kepatutan
g.      Asas kebiasaan
h.      Asas perlindungan