cursor

Thursday, February 14, 2013

Jika Sertifikat Tanah Dipinjam Tetangga untuk Jaminan Utang


Dalam hal ini karena tanah yang menjadi jaminan atas utang tetangga Anda, maka instrumen jaminan kebendaan yang digunakan untuk membebankan tanah tersebut adalah hak tanggungan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
 
Dalam hal ini, menurut hukum jaminan Anda bertindak sebagai “pihak ketiga pemberi hak tanggungan”. Sebagaimana kami sarikan dari J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1 (hal. 245-246) , pemberi hak tanggungan adalah pemilik persil, yang dengan sepakatnya dibebani dengan hak tanggungan sampai sejumlah uang tertentu, untuk menjamin suatu perikatan/utang. Sedangkan, pihak ketiga pemberi hak tanggungan adalah pihak ketiga (orang lain) yang menjamin utangnya debitur dengan persil miliknya.
 
Berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan, bank memang memiliki hak untuk mengeksekusi jaminan tersebut apabila tetangga Anda sebagai debitur tidak juga membayar lunas hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Akan tetapi, apabila Anda ingin menyelamatkan tanah Anda, Anda dapat melakukannya dengan cara membayar lunas utang tetangga Anda sehingga hak tanggungan tersebut hapus karena hapusnya utang piutang tersebut (Pasal 18 ayat [1] huruf a UU Hak Tanggungan). Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1382 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yang mengatakan bahwa suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ía bertindak atas namanya sendiri.
 
Lebih lanjut, J. Satrio (ibid, hal. 241) juga mengatakan bahwa menurut doktrin, kewenangan pihak ketiga bezitter objek jaminan untuk membayar utang debitur tidak hanya ada, saat ia menghadapi eksekusi, tetapi juga sebelumnya, asal kewenangan itu dalam perjanjian tidak disingkirkan. Hanya saja, menurut Satrio, kesempatan menghindarkan penjualan lelang objek hak tanggungan (eksekusi tanah tersebut) hanya sampai “saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan” sehingga sesudah itu tidak ada kesempatan lagi (hal. 278). Akan tetapi, dia lebih lanjut berpendapat, sebagaimana kami sarikan, bahwa adalah tidak logis kesempatan menghindari penjualan lelang ditentukan terbatas sekali. Tidak menjadi masalah apabila batas tersebut ditetapkan sampai sesaat sebelum lelang dilaksanakan asalkan semua biaya yang dikeluarkan oleh kreditur diganti oleh pihak yang melunasi utang tersebut.
 
Setelah Anda melunasi utang tersebut kepada bank atas nama Anda sendiri, bukan melunasi atas nama tetangga Anda (debitur), maka Anda akan menggantikan kedudukan bank sebagai kreditur dari tetangga Anda. Berdasarkan Pasal 1401 ayat 1 jo. Pasal 1400 KUHPer, hal ini dinamakan dengan subrogasi dan harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan tepat pada waktu pembayaran. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 1402 angka 3 KUHPer, pembayaran yang Anda lakukan dapat dianggap subrogasi yang terjadi demi undang-undang, karena Anda merupakan pihak yang membayar utang tersebut karena ada kepentingan untuk melunasinya.
 
Pasal 1402 angka 3 KUHPer:
Subrogasi terjadi karena undang-undang:
1.     …….;
2.     …….;
3.     untuk seorang yang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang lain, diwajibkan membayar suatu utang, berkepentingan untuk membayar suatu utang, berkepentingan untuk melunasi utang itu;
4.     ……..
 
Jadi, cara untuk menyelamatkan tanah Anda adalah dengan membayar utang tetangga Anda dan sebagai akibatnya Anda mempunyai hak untuk menagih kepada tetangga Anda atas pelunasan utang yang telah Anda lakukan. Sehingga utang piutang tersebut kemudian bukan lagi antara bank dengan tetangga Anda, tetapi menjadi antara Anda dengan tetangga Anda.
 
Akan tetapi perlu diketahui bahwa Anda tidak bisa menyelamatkan tanah Anda dengan menggunakan jalur hukum memaksa tetangga Anda membayar utangnya pada bank karena tetangga Anda memiliki hubungan hukum utang piutang dengan bank, sehingga yang dapat menggunakan jalur hukum untuk memaksa tetangga Anda membayar utangnya berdasarkan perjanjian utang piutang hanyalah bank.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
 
Dasar Hukum:


by. HukumOnline

SANKSI HUKUM BAGI PARKIR LIAR


Berdasarkan penjelasan Anda kami kurang jelas apakah rumah Anda berada di perumahan atau di pinggir jalan besar (jalan umum) dan tidak jelas juga apakah rumah Anda terletak di Jakarta atau tidak (untuk itu kami mengasumsikan rumah Anda terletak di Jakarta dan kami akan menggunakan peraturan daerah DKI Jakarta).
 
Sebelum Anda menempuh jalur hukum, ada baiknya Anda mencoba dengan cara kekeluargaan, seperti membicarakan secara baik-baik dengan “tukang parkir” tersebut bahwa itu adalah rumah Anda. Apabila cara tersebut tidak berhasil, untuk menghindari konflik, Anda bisa mencoba memarkir di dalam rumah saja. Akan tetapi, kalau Anda memang tidak bisa memarkir di dalam rumah karena satu dan lain hal, maka Anda bisa menempuh jalur hukum sebagaimana akan kami jelaskan berikut ini.
 
Pada dasarnya, jalan besar terkait rumah diatur dalam Pasal 671 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yang mengatakan bahwa:
 
“Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan.”
 
Oleh karena itu, sudah menjadi hak Anda untuk mempergunakan jalan di depan rumah Anda walaupun mungkin jalan tersebut berbatasan langsung dengan jalan umum.
 
Berkaitan dengan hal ini, di dalam Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran (“Perda Perparkiran”) diatur tentang fasilitas parkir di ruang milik jalan. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 11 ayat Perda Perparkiran, penggunaan ruang milik jalan untuk fasilitas parkir hanya dapat diselenggarakan di jalan kolektor dan jalan lokal berdasarkan kawasan (zoning) pengendalian parkir. Penggunaan ruang milik jalan untuk fasilitas parkir tersebut ditetapkan oleh Gubernur. Penggunaan ruang milik jalan untuk fasilitas perparkiran ini dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang memiliki izin dari Unit Pengelola Perparkiran (Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta).
 
Berdasarkan Pasal 13 Perda Perparkiran, kawasan (zoning) pengendalian parkir tersebut terdiri atas:
1.    Golongan A dengan kriteria:
a.    Frekuensi parkir relatif tinggi;
b.    Kawasan komersial, pertokoan, pusat perdagangan, atau perkantoran; dan
c.    Dejarat kemacetan lalu lintas tinggi.
2.    Golongan B dengan kriteria:
a.    Frekuensi parkir relatif rendah;
b.    Kawasan komersial, pertokoan, pusat perdagangan, atau perkantoran; dan
c.    Derajat kemacetan lalu lintas rendah.
 
Parkir di ruang milik jalan sekurang-kurangnya memiliki sarana sebagai berikut (Pasal 46 ayat [1] Perda Perparkiran):
1.    Rambu lalu lintas yang menunjukkan tempat parkir dan/atau dengan rambu tambahan yang menerangkan batasan waktu dan cara parkir;
2.    Rambu yang menerangkan golongan tempat parkir dan tarif layanan parkir; dan
3.    Karcis parkir.
 
Selain itu, untuk bertindak sebagai penyelenggara perparkiran, harus memiliki izin menyelenggarakan parkir (Pasal 1 angka 19 dan Pasal 21 Perda Perparkiran).
 
Karena Anda tidak menjelaskan lebih rinci mengenai keadaan sekitar rumah Anda, apabila rumah Anda tidak terdapat dalam kawasan di atas dan tidak ditetapkan oleh Gubernur sebagai fasilitas parkir di ruang milik jalan, maka tidak seharusnya ada pungutan parkir yang dilakukan oleh orang tersebut kepada Anda. Lebih lanjut lagi, apabila “tukang parkir” tersebut tidak memiliki izin untuk menyelenggarakan parkir, maka parkir di depan rumah Anda tersebut bukanlah parkir yang sah. Ketiadaan sarana-sarana yang seharusnya dimiliki di parkir di ruang milik jalan juga dapat menjadi salah satu pertanda bahwa itu adalah parkir yang tidak sah.
 
Atas perbuatannya, “tukang parkir” tersebut dapat dijerat dengan Pasal 68 ayat (1) jo. Pasal 63 ayat (1) Perda Perparkiran, yaitu:
 
Pasal 68 ayat (1)
“Setiap orang dan/atau badan hukum atau badan usaha yang menyelenggarakan parkir tidak memiliki izin dari Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), dan dikenakan denda administratif paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).”
 
Pasal 63 ayat (1)
“Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (1),……………, dapat diberikan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pembatalan izin; dan
d. pencabutan izin.
 
Apabila “tukang parkir” tersebut tetap bersikeras bahwa itu bukan parkir liar, Anda dapat membuktikannya dengan beberapa hal yang seharusnya ada pada parkir yang sah, yaitu:
1.    Setiap penyelenggara parkir wajib menyediakan petugas parkir yang wajib memakai pakaian seragam, tanda pengenal, dan perlengkapan lainnya (Pasal 39 Perda Perparkiran). Oleh karena itu, kalau “tukang parkir” tersebut tidak menggunakan atribut sebagaimana seharusnya petugas parkir, maka ia bukan petugas parkir yang sah;
2.    Petugas parkir mempunyai beberapa tugas yang salah satunya adalah menyerahkan karcis parkir (Pasal 41 huruf c Perda Perparkiran) dan Anda mempunyai hak untuk memperoleh karcis parkir atau kartu parkir atas pemakaian satuan ruang parkir (Pasal 35 huruf b Perda Perparkiran).
 
Jadi Anda sebagai penghuni tidak seharusnya membayar parkir di depan rumah Anda sendiri. Sebagai langkah hukum, Anda dapat menggugat “tukang parkir” tersebut secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana dijelaskan dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras.
 
Selain itu, seperti yang telah Anda jelaskan bahwa “tukang parkir” tersebut selalu meminta uang parkir dengan kasar dan ketus, apabila Anda merasa terganggu dengan hal tersebut, Anda juga dapat melakukan tuntutan pidana berdasarkan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:
 
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
 
Berdasarkan Pasal 368 ayat (1) KUHP tersebut maka Anda dapat melakukan tuntutan pidana atas dasar “pemerasan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” karena “tukang parkir” tersebut memaksa Anda untuk memberikan uang parkir.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
3.    Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota JakartaNomor 5 Tahun 2012 tentangPerparkiran.

BY. HukumOnline